PUASA DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SEUTUHNYA
Khutbah Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman Simpanglima Semarang, tanggal 12 Juli 2013 M / 03 Ramadhan 1434 H
Oleh : Drs. H. Muchtar Hadi, M.Ag. *)
Akibat kebaikan yang bakal diterima bagi sekalian muttaqin itu tidak datang secara tiba-tiba, tetapi harus diikhtiari dan dilakukan pada setiap saat dan kesempatan yang kesemuanya dalam koridor ibadah. Dalam sistem peribadatan, Islam mengatur secara komphrehensif dan systemic, baik yang dilakukan harian (shalat), mingguan (shalat jum’ah), maupun tahunan (puasa Ramadhan). Puasa sebagaimana kita kenali dalam literatur Islam adalah : “Menahan diri dari makan, minum, dan kumpulnya suami istri sejak terbit fajar hingga maghrib semata-mata mengharap ridha Allah dan mempersiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik kemauan”.
Sungguh, dengan mencermati ta’rif tersebut di atas, sangat jelas betapa tingginya hikmah puasa, karena dengan puasa (sudah barang tentu yang ihtisaban lillah, bakal mampu mendidik dan membangun manusia seutuhnya lahir dan batin, jasmani dan rohani.
Hakikat dan esensi dari puasa adalah untuk mengendalikan individu dan kelompok dari perilaku menyimpang, baik penyimpangan dalam pola fikir, perilaku, ucapan,maupun tindakan. Penyimpangan ini diakibatkan sikap yang berlebihan terhadap diri sendiri dan benda yang berujung pada keserakahan, yang pada akhirnya menganggap kecil dan melupakan orang lain. Dalam pengendalian ini tidak sekedar perintah, namun dalam berpuasa pengendalian itu diimplementasikan dengan amalan-amalan yang baik, mulai ucapan, penglihatan, perasaan, fikiran, aktivitas, dan bahkan sikap mental. Pendek kata, dalam berpuasa manusia itu dibiasakan untuk berperilaku dan berprasangka baik sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya : “Berakhlaklah/teladanilah oleh kalian sifat-sifat Allah”.
Nabi Muhammad saw telah menyindir kepada orang-orang yang berpuasa namun tidak mampu memperoleh hikmah sesuai maqashidut tasyri’-nya sehingga tidak memberikan dampak positif bagi pelakunya dengan sabda beliau yang artinya : “Banyak orang yang berpuasa tidak memperoleh hikmahnya, kecuali lapar dan hausnya saja. Dan banyak pula orang yang shalat tidak memperoleh apa-apa kecuali jaga malamnya saja”.
Dengan berpuasa Allah swt menghendaki agar manusia berlatih dan bersikap serta berperilaku seperti sifat-sifat Allah yang mulia, sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya sebagai manusia.
Upaya peneladanan kepada sifat-sifat kesempurnaan Allah ini jika dilatihkan, dibiasakansecara ajeg dan terus menerus termasuk juga sifat-sifat Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Damai, Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan lain sebagainya, pada saatnya bakal mengantarkan manusia untuk menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya. Jika hal itu berhasil dilakukan, maka tingkat keberhasilan pembangunan manusia seutuhnya akan benar-benar dirasakan.
Sebaliknya, kegagalan dalam membangunan rohani akan lebih fatal, mendatangkan bahaya besar dibandingkan kegagalan membangun di bidang fisik. Mengapa ? karena kegagalan jasmani hanya akan berakibat pada diri sendiri, sementara kegagalan membangun rohani akan membahayakan di samping diri sendiri, juga bakal berdampak kepada keluarga, masyarakat, bahkan umat pada umumnya. Lebih-lebih jika yang gagal membangun rohani itu para pemimpin, hal ini jelas akan sangat membahayakan bahkan menyesatkan fihak lain, sebagaimana Allah telah menyatakan dalam firman-Nya :
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’raf/7 : 179)
Demikianlah Al Qur’an menjelaskan betapa hinanya (di mata Allah) orang-orang yang tidak mau memanfaatkan ciptaan Allah yang telah serba lengkap buat sekalian manusia. Oleh karena itu, marilah kita tata dan benahi diri kita, keluarga dan umat kita dengan tatanan dan tuntunan Islam, dengan pembangunan serta pendidikan Al Qur’an. Puasa dengan segenap rangkaian ubudiyahnya insya-Allah bakal mampu merubah dan menjadikan diri kita dalam bentukan dan pembangunan manusia seutuhnya, sukses lahir dan batin. Mari kita gali dan buktikan firman Allah yang menyatakan :
Artinya : (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al Baqarah/2 : 184)
Akhirnya marilah kita simak kutipan pendapat seorang Al ‘Allamah Ka’ab Al Akhbar yang artinya : “Perumpamaan Islam, Sulthan (para pemegang kekuasaan negara) dan masyarakat adalah seperti bendera, tiang, dan pasak. Bendera adalah Islam, tiang adalah Sulthan, pasak adalah masyarakat. Sebahagian tidak akan menjadi baik jika tidak baik pula yang lainnya”.
Demikian, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin Allahumma amin. *****
==============================
*) Drs. H. Muchtar Hadi, M.Ag.; Dosen UNDARIS Ungaran Kabupaten Semarang
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments