MENCIPTAKAN GENERASI YANG BERAKHLAQUL KARIMAH Oleh : Dr. H. Noor Achmad, MA. *)
Marilah kita mantapkan diri kita masing-masing dengan berniat dan berusaha untuk melaksanakan ketakwaan kepada Allah swt dengan takwa yang sebenar-benarnya karena dengan jalan itu maka kita akan kembali kepada Allah dalam keadaan Islam dan insya-Allah ada jaminan dari Allah swt masuk ke dalam surga-Nya. Allah swt telah memberikan peringatan kepada kita melalui firman-Nya yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali Imran/3 : 102)
Melalui ayat tersebut di atas Allah swt menjelaskan ada 2 (dua) syarat yakni iman dan takwa yang sebenar-benarnya, sekaligus Allah swt mengingatkan jangan sampai kita mati kecuali tetap dalam keadaan Islam. Barangkali orang menganggap mudah tentang mati dalam keadaan Islam jawabannya bisa “ya” dan “tidak”. Yang terpenting adalah bagaimana upaya kita dalam mencapai cita-cita mati dalam Islam dalam pandangan Allah swt adalah melalui proses tentang bagaimana upaya kita untuk mendidik diri kita sendiri, lingkungan di sekitar kita dan sekaligus khususnya keluarga serta putra-putri kita masing-masing.
Ada beberapa ayat yang sangat menarik untuk kita perhatikan bersama terkait dengan hal ini dan seringkali kita dengar, yaitu :
Artinya : ”Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al Jumu’ah/62 : 2)
Kehadiran Muhammad Rasulullah saw di tengah-tengah kita adalah memberikan suatu pendidikan yang sangat luar biasa, di mana hampir diikuti oleh semua sistem dan organisasi-organisasi pendidikan modern, antara lain :
1) Tarbiyah (pendidikan) dari aspek-aspek yang bersifat tilawah, yakni : tilawah untuk mengenal Al Qur’an, sehingga kita mesti kagum kepada kedua orangtua kita di mana ketika kita masih kecil sudah mulai diajari huruf hijaiyah (alif, ba, ta, tsa, jim dan seterusnya), ini sudah sangat luar biasa. Proses yang demikian itu tidak hanya semata-mata Al Qur’anul Karim, tilawah juga mengandung makna kita memahami keseluruhan dengan pemahaman ontologisnya (apa yang sedang kita amati, artikan dan bicarakan) tersebut. Sehingga seseorang diharapkan mengenal sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Kita memperkenalkan Al Qur’an terlebih dahulu kepada putra-putri kita, kita kenalkan tentang Allah swt, Malaikat-malaikatNya, Rasul-RasulNya, dan Kitab-KitabNya, ini sangat penting. Kita perkenalkan juga tentang alam dengan sedetail-detailnya. Inilah yang diikuti oleh lembaga, organisasi, dan sistem pendidikan modern sehingga anak-anak kita mampu memahami dengan detail, karena kalau tidak maka akan mudah sekali tergeser dan berubah fikiran. Kita memperkenalkan tentang Allah, para Malaikat, para Nabi, dan Kitab-kitab kalau hanya sekedar hafalan semata maka tidak akan berarti apa-apa. Inilah kenyataan yang terjadi, kita seakan-akan lupa siapa Malaikat pencabut nyawa, penjaga neraka, penjaga surga, pemberi rizki, penanya di alam kubur, pencatat amal baik dan buruk dan lain sebagainya. Saking lupanya, sehingga seakan-akan para malaikat itu kita kesampingkan begitu saja, padahal di sisi kanan dan kiri ada 2 (dua) malaikat pencatat amal baik dan buruk yakni Malaikat Raqib dan Malaikat ‘Atid.
Termasuk dalam hal ini anak-anak kita harus kita perkenalkan dengan para Nabi, mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Rasulullah Muhammad saw. Dengan demikian, ada pemahaman bagi anak-anak tentang para Malaikat, para Nabi dan lain-lain. Demikian pula hakikatnya pemahaman tentang pendidikan modern. Dapat kita lihat di negara-negara maju, apabila menerangkan sesuatu, misalnya : besi, maka akan dijelaskan secara detail unsur-unsur yang ada di dalamnya sehingga seorang anak akan memiliki pemikiran tentang besi tersebut dengan sebaik-baiknya.
2) Ta’lim; yakni bagaimana kita memberikan pengertian kepada anak-anak kita tentang bagaimana sesuatu itu bisa dicapai ataupun diperoleh. Ini juga harus kita fahamkan kepada anak-anak kita, meskipun hanya di dalam lingkup keluarga. Dan yang lebih luas lagi di setiap lembaga pendidikan. Ta’limul kitab (transfer of knowledge) adalah sesuatu yang sangat penting untuk disampaikan kepada putra-putri kita.
3) Tazkiyatun Nafs; ini yang barangkali tidak dimiliki oleh negara-negara sekuler dan hanya dimiliki oleh negara seperti Indonesia. Jika kita amati dunia pendidikan kita bagaimana pentingnya membersihkan rohani putra-putri kita dari sesuatu yang jelek. Memberikan imajinasi terhadap sesuatu yang baik kepada anak-anak kita adalah salah satu proses tazkiyatun nafs. Tazkiyatun nafs di sekolah biasa diawali dengan mengajak membaca “Basmalah, Al Fatihah, Asmaul Husna” dan lain-lain setiap akan melakukan sesuatu. Yang lebih penting bukan semata-mata itu, tetapi bagaimana kita membersihkan diri putra-putri kita dari imajinasi-imajinasi yang tidak baik.
Inilah salah satu simbolistik pada saat Rasulullah saw akan di-Mi’raj-kan oleh Allah swt, yakni dibelah dadanya oleh Malaikat Jibril untuk dibersihkan dari sifat-sifat negatif sehingga pada saat menerima wahyu dari Allah swt betul-betul suci dan pada akhirnya bisa menghadap langsung ke hadirat Allah swt. Jadi, sudah semestinya putra-putri kita termasuk diri kita untuk berusaha tazkiyatun nafs, meskipun secara ontologis dan epistimologisnya bagus tetapi jika tidak kita tanamkan kepada anak-anak tazkiyah yang baik, maka akan mudah sekali terombang-ambing dan berubah pemikiran-pemikirannya. Allah swt berfirman yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams/91 : 9-10)
Ayat ini member makna bahwa sangat rugi orang yang mencederai dan mengotori jiwa seseorang, sebaliknya sangat beruntung orang yang mampu memberikan pemaknaan yang baik terhadap jiwa seseorang tersebut. Pendidikan karakter diarahkan ke sana, namun nampaknya saat ini bisa dikatakan hanya simbolistik semata dan ini menjadi tanggung jawab kita semua. Bagaimana kita betul-betul fokus mendidik putra-putri kita dari aspek tazkiyatun nafs-nya. Dimulai dari lingkup terkecil yakni keluarga kita, misalnya : budaya cium tangan si anak kepada kedua orang tua (anak kecil ketika bersalaman mencium tangan orang yang lebih tua), ketika masuk rumah mengucap salam dan sebagainya.
Orang yang mengedepankan unggah-ungguh terhadap orang yang lebih tua adalah bagian dari tazkiyatun nafs. Proses inilah yang insya-Allah tidak ada di negara-negara sekuler, karena memang mereka tidak mengenal tazkiyatun nafs dari aspek-aspek yang sifatnya ke-Tuhanan/Ilahiyah. Orang-orang sekuler hanya memperkenalkan tazkiyatun nafs yang sifatnya duniawiyah semata.
Namun, saat ini kita dihadapkan pada berbagai macam cobaan dan hantaman dari berbagai macam cara yang mengarah kepada putra-putri kita, seperti : narkoba, pornografi, pornoaksi, dan sebagainya sehingga menyebabkan tazkiyatun nafs yang telah kita tanamkan tetapi mampu merubah fikiran putra-putri kita. Inilah hal yang paling membahayakan generasi penerus kita. Secara jujur, saya berpendapat : apakah negara kita ini menjadi sasaran orang-orang yang tidak senang jika Islam berkembang di negeri ini, sehingga digelontor narkoba begitu banyak guna menjerumuskan generasi Islam di masa mendatang.
Beberapa waktu yang lalu, kami pernah menandatangani penolakan Lady Gaga yang akan show di Indonesia, di samping itu kami juga menandatangani penolakan pergelaran Miss Worl di Indonesia. Apa yang terjadi ? kami diprotes oleh banyak fihak dari dalam dan luar negeri. Apakah ini yang diharapkan di Indonesia ?. Begitu banyak budaya dan pemikiran dari luar negeri yang mampu merubah perilaku positif putra-putri kita menjadi perilaku yang negatif. Naudzu billahi min dzalik. Namun demikian, kami masih punya keyakinan insya-Allah kita lebih kuat dibandingkan dengan orang-orang yang mengganggu dan menjerumuskan generasi muda Islam Indonesia.
Kami pernah berkunjung ke suatu negara, dimana sebagian penduduknya Islam dan sebagian non Islam. Kemudian saya bertanya, mengapa sebagian besar pemuda di sini wajahnya pucat dan lemas ?. Saya kaget pada saat mendapat penjelasan karena sudah mencapai + 60 % para pemuda di negara tersebut mengkonsumsi narkoba. Kesimpulannya bahwa memang ada upaya untuk menghancurkan generasi Islam di negara tersebut melalui jaringan narkoba tersebut.
4) Hikmah; satu kebajikan yang muncul dari diri kita sendiri, tidak hanya antar masyarakat ataupun negara tetapi perlu ditanamkan di masing-masing keluarga untuk tetap menanamkan kepada putra-putrinya pada jalur yang sebenar-benarnya.
Dengan demikian manakala ke-4 (empat) hal tersebut telah ditanamkan kepada putra-putri kita, maka apa yang kita khawatirkan yakni meninggalkan generasi yang tidak bagus tidak akan terjadi di negara kita Republik Indonesia ini.
Semoga Allah swt senantiasa menjaga generasi penerus kita dengan akhlakul karimah, sehingga tidak akan terjerumus ke dalam jurang kenistaan. Amin ya Rabbal ‘alamin. *****
===================================
*) Dr. H. Noor Achmad, MA.; Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat & Rektor Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS) Semarang
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments