MEMAKNAI DATANGNYA TAHUN BARU HIJRIYAH Oleh : Prof. Dr. H. Abu Su’ud *)
Khutbah Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman Simpanglima Semarang, tanggal 08 Nopember 2013 M / 04Muharram 1435 H
Marilah senantiasa kita menjadi hamba Allah yang pandai menikmati syukur atas karunia yang telah dianugrahkan kepada kita, disamping itu kita harus berupaya untuk dapat berkomunikasi dengan sesama muslim dalam rangka mengajak untuk bertakwa ke hadirat-Nya dalam arti takwa yang sebenar-benarnya.
Saat ini kita telah memasuki Tahun Baru 1435 Hijriyah, kesadaran untuk memperingati Tahun Baru Hijriyah ini sangat diperlukan, hal ini dalam rangka untuk bermuhasabah (introspeksi dan retrospeksi diri). Memperingati Tahun Baru Hijriyah pada zaman Rasulullah saw tidak dikenal, bahkan beberapa tahun setelah Rasulullah wafat belum dikenal istilah Tahun Hijriyah.
Di dalam Al Qur’an tidak disebutkan secara spesifik bagaimana cara kita menyambut Tahun Baru Hijriyah, tidak pula disebutkan ritus-ritus atau ibadah mahdhah yang khusus ketika terjadi pergantian tahun baru Hijriyah. Berbeda tatkala ada perintah untuk melaksanakan shalat, puasa, maupun haji.
Dalam sejarah tercatat bahwa ketika Sahabat Umar ibn Khattab menjadi khalifah ke-2 (dua) menggantikan Abu Bakar Ash Shidiq terperanjat tatkala menerima sebuah surat yang menyebutkan bahwa surat tersebut tidak bertiti mangsa (tidak bertanggal ataupun tahun). Sejak itulah baru dipikirkan penyusunan kalender Hijriyah, sempat terjadi perdebatan di kalangan para sahabat, tetapi kemudian diputuskan bahwa peristiwa hijrah Nabi dari Makkatul Mukarromah ke Madinatul Munawwaroh dijadikan sebagai ancer-ancer nama tahun Hijriyah.
Firman Allah dalam surat Al Furqan/25 : 62 yang berbunyi :
Artinya : “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur”.
Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa Allah swt menjadikan malam dan siang, bukan menciptakan, ini karena yang diciptakan adalah sistem, antara lain : planet dan benda-benda langit. Siang dan malam akan terjadi secara silih berganti, tidak mungkin hari akan siang terus, begitu pula sebaliknya hari tidak akan malam terus. Allah swt menjadikan siang dan malam sangat berguna bagi orang-orang yang mau eling lan waspodo, mau berfikir, dan bagi orang yang mau bersyukur.
Allah swt juga berfirman di dalam surat Al Qashash/28 : 73 yang berbunyi :
`Artinya : “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”.
Salah satu bagian dari kasih sayang Allah kepada manusia terungkap dalam kalimat “wamin Rahmatihii”, bahwa Allah menjadikan malam agar manusia dapat beristirahat, dan Allah swt menjadikan siang hari agar manusia bekerja untuk mencari sebahagian karunia-Nya dan pada akhirnya agar kita menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Lalu timbul pertanyaan pada diri kita, lalu bagaimana amaliyah yang harus kita lakukan dalam menyambut tahun Baru Hijriyah ini ?. Allah swt mengatakan : Alaa bidzikrillaahi tahtmainnul quluub (hanya dengan berdzikir kepada Allah akan tercapai ketenangan hati). Jadi Allah swt menjadikan malam dan siang berganti-ganti adalah akan mampu memberikan manfaat dan daya guna bagi mereka yang mau berfikir. Namun pada ayat lain Allah mengatakan bahwa tugas manusia yang berakal itu tidak semata-mata berdzikir, tetapi juga berfikir untuk lingkup sosial di sekelilingnya. Allah swt berfirman yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran/3 : 190-191)
Orang-orang yang berakal maka dia akan selalu mengingat Allah sejak ia bangun tidur, ketika sehat, di kala berdiri, saat menjabat, ketika duduk dan tidak bekerja lagi karena sudah purna tugas, dan ketika kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi (Tutwuri Handayani). Sebagai manusia harus senantiasa berfikir tidak saja untuk diri mereka sendiri tetapi untuk kepentingan orang banyak, berfikir akan ciptaan Allah di seluruh jagat raya ini untuk kemudian memuji atas kebesaran-Nya.
Oleh karenanya dalam memperingati Tahun Baru Hijriyah ini kita harus senantiasa berdzikir, berfikir, dan bermuhasabah terhadap apa yang telah kita lakukan untuk berbuat lebih baik lagi di waktu mendatang. Kita telah diberi 2 (dua) acuan oleh Rasul, yakni :
1)Sejarah; yakni kemampuan Rasulullah saw dalam mengintegrasikan umat yang tidak sama persepsinya, yaitu : ketika orang-orang Mekah yang disebut sebagai kaum Muhajirin saat hijrah ke Madinah, sedangkan orang-orang Madinah disebut sebagai kaum Anshor karena menolong orang-orang Mekah. Mereka dipertemukan dan membangun masyarakat yang kala itu terdiri atas berbagai macam suku dan agama, seperti : Nasrani dan Yahudi. Situasi yang demikian mampu diintegrasikan oleh Rasulullah hanya dalam waktu 12 (dua belas) tahun, sehingga kemampuan Rasulullah ini tercatat dengan sebutan “Piagam Madinah”. Inilah contoh keberhasilan Rasulullah yang mampu menyatukan umat yang berbeda pandangan, persepsi, bahkan suku dan agama.
Awal menjelang kemerdekaan bangsa Indonesia juga dihadapkan pada berbagai macam perbedaan, lalu kemudian lahirlah “Sumpah Pemuda” yang telah mampu memadukan kita menjadi masyarakat yang terintegrasi, sehingga bangsa kita berhasil memproklamirkan kemerdekaannya. Namun bencana kemudian terjadi, yakni ketika kita menyaksikan munculnya kepentingan-kepentingan politik dengan alasan tidak mendapat jatah/bagian. Mereka beramai-ramai mendirikan partai, padahal kita tahu bahwa partai adalah pembela kepentingan. Padahal kita tahu pada awal kemerdekaan umat Islam terpadu ke dalam 1 (satu) partai besar yang disebut dengan MASYUMI, dan ketika kemudian muncul kepentingan politik maka terpecah belahlah keterpaduan itu. Padahal Allah swt telah memberikan konsep sebagaimana termaktub dalam surat Ali Imran/3 : 103 yang berbunyi :
Artinya : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.
Tafsir secara luas dari ayat tersebut adalah jangan kita mendirikan firqah-firqah/fraksi-fraksi karena fraksi kita hanya satu yaitu Islam (berpegang hanya kepada agama Allah) dan jangan bercerai berai. Namun apa yang terjadi, manusia banyak yang mengingkarinya.
Allah swt juga berfirman di dalam surat Al Hujurat/49 : 10 yang berbunyi :
Artinya : “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikan- lah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Ayat tersebut sangat jelas memberikan petunjuk bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara, namun seringkali justru antara satu dengan yang lain saling bermusuhan hanya karena beda persepsi. Kemudian ayat selanjutnya member warning :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim”. (QS. Al Hujurat/49 : 11)
Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh. Jangan mendiskreditkan kelompok lain itu lebih rendah, karena belum tentu yang kita diskreditkan justru jauh lebih baik daripada kita. Inilah konsep yang seringkali kita lupakan, yakni konsep sejarah di masa Rasulullah dan konsep Ilahiyah yang semuanya mengajarkan kepada kita untuk selalu bersatu padu.
Nampaknya teori revolusi ini berlaku juga di negara kita, sebuah teori bernama “Anatomi Revolusi” menunjukkan bahwa semua revolusi itu digerakkan oleh kekuatan tunggal, namun kemudian terjadi kristalisasi karena masing-masing terpecah belah untuk mendapatkan keuntungan. Kita ingat peristiwa perang Uhud, kala itu umat Islam hampir memenangkan peperangan, namun karena sebagian umat Islam tergoda untuk menguasai hasil rampasan perang akhirnya umat Islam kalah dalam perang tersebut.
Oleh karena itu, amaliyah yang utama dalam menyambut datangnya Tahun Baru Hijriyah adalah dengan melakukan Muhasabah (introspeksi diri). Kita dapat mencontoh keberhasilan Rasulullah saw dalam mempersatukan umat dan pertikaian justru akan membuyarkan tujuan utama kita.
Mudah-mudahan uraian tentang kilas balik dalam menyambut Tahun Baru Hijriyah ini ada guna dan manfaatnya bagi kita semua. Amin Allahumma Amin. *****
=====================
*) Prof. Dr. H. Abu Su’ud; Pembina Yayasan Pusat Kajian dan Pengembangan Islam (YPKPI) Masjid Raya Baiturrahman Jawa Tengah
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments