SYAHADAT, STASION PERTAMA MENUJU MA’RIFATULLAH
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak kepada kaum muslimin, dan kepada diri saya pribadi untuk menambah ketaqwaan kepada Allah SWT. dengan memperbanyak amal ibadah sebagai bekal untuk menghadap Illahi Rabbul Jalil. Serta melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala laranganNya. Allah berfirman: “Dan berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepadaKu wahai orang-orang yang menggunakan akalnya.”
Rukun Islam pertama ialah Syahadat. Syahadat artinya ialah bersaksi, berikrar dan berjanji. Tidak sekedar mengucapkan dan melafadhkannya, tetapi diusahakan sampai dengan merasakannya. Ia adalah sikap tekat dan nekat untuk menjauhi dunia materi. Kalau boleh diprosentasikan keadaan manusia masih 100% kakinya masih berada di atas bumi. Ketika sudah berikrar, bersaksi dan berkomitmen dengan Allah, maka sikap hati tidak boleh terikat dengan materi duniawi.
Pengertian syahadat seperti ini sudah diawali oleh manusia ketika manusia masih berada di alam roh. Allah menanyakan kepada mereka (roh): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi”… (QS. al-A’raf/ 7: 172) Kemudian syahadat tersebut dikukuhkan atau diulang kembali ketika seseorang telah menginjak mukallaf, yakni telah baligh atau dewasa dan telah berakal.
Syahadat ini sebagai suatu ikrar dan jani setia seseorang. ia bisa diibarat dengan kartu tanda penduduk (KTP) bagi tanda bukti warga negara tertentu atau ibarat paspor bagi orang asing di negeri orang lain, ia harus selalu dibawa ke mana-mana atau seperti kunci yang harus dipergunakan atau bagaikan cenel yang bisa menghubungkan antara gelombang radio dan sebagainya.
Namun yang diharapkan ialah hendaknya syahadat ini bersifat fungsional, yakni sebagai sarana pendidikan yang bisa mengarahkan kepada diri seseorang, sebagai upaya pengendaian diri (madep dan mantep menghadap dan mengharap kepada Allah SWT. Dia yang al Ma’bud (Disembah), al Mahbub (Dicinta) al Maqshud (Dituju), bukan kepada yang lain-Nya. Sebagai seorang hamba, hendaknya bisa bersikap bagaikan musafir (orang yang bepergian), berhati-hati dalam segala hal dan membawa pakaian dan uang secukupnya.
Syahadat yang berarti bisa membebaskan dari godaan hawa nafsu (keinginan rendah), seperti ingin berkuasa dan memiliki materi (jodoh, anak, harta) (QS.Ali ‘Imran/ 3: 14). Sifat hawa nafsu yang demikian itu telah dijelaskan oleh Allah dalam al-Jatsiyah/ 45: 23:
افارأيت من اتخذ الهه هوىه واضله الله على علم وختم على سمعه وقلبه وجعل على بصره غشوة فمن يهد يه من بعد الله أفلا تذكرون (الجاثية\ 45: 23)
(“Tahukah kamu, orangyang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan Allah meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberi petunjuk sesudah Allah memberikannya sesat. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”). Dengan godaan hawa nafsu tersebut, seseorang bisamelupakan Allah (QS. al-Munafiqun/ 63: 9).
Bersyahadat berarti menegakkannya, yakni menanamkan, menghadlirkan dan merasakan Allah dalam diri. Menghayati, bahwa semua aktivitas, selalu direkam oleh kamera ilahi yang sangat tajam. Dan semua orang hendaknya bisa menginternalisasi (takhalluq) sifat-sifat Allah, Sabda nabi Muhammad saw: تخلفوا بأخلاقالله على قدر طاقة البشر (berakhlaklah kamu sekaian dengan akhlak/ sifat Allah, sesuai dengan kemampuan manusia).
Kemudian sesudah itu ber-t’alluq (bergantung), karena Dia adalah al-shamad (tempat bergantung) yang kokoh tidak ada yang menandingi: الله الصمد (Dia tempat bergantung, tempat mengadu) (al-Ikhlas/ 112: 2). Jika ada persoalan, maka kembalikan kepada-Nya, niscaya akan mendapat kelapangan batin, dan persoalan itu terpecahkan dengan sendirinya. Dan akhirnya meningkat pada tahapan tahaqquq (mencapai hakekat).
Ada dua syahadat (syahadatain), yang pertama kesaksian kepada adanya dzat yang patut dicinta, dituju dan disembah. Dan yang kedua syahat rasul, Muhammad saw. Kedua syahadat ini, tidak begitu saja, terabaikan, tanpa bekas. Syahadat kedua, mempunyai makna dan konsekensi tertentu, antara lain ialah: 1. Menyintai Allah SWT. dan Rasulullah saw., 2. Ta’at dan patuh terhadap perintah dan meninggalkan larangan keduanya, 3. Merasa diintai oleh kamera-Nya. 4. Bersedia menginternalkan sifat Allah SWT. dan sifat Rasulullah saw.
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments