SIKAP HIDUP HEDONISME MERUSAK SENDI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh : dr. H. Affandi Ichsan, Sp, PK (K) KV, M.Ag. *)
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi yang telah memberikan berbagai kenikmatan kepada kita, berupa kenikmatan iman, Islam, termasuk nikmat kesehatan dan kelonggaran waktu sehingga kita bisa menghadiri shalat Jum’at bersama-sama di masjid yang kita cintai ini. Salam dan salawat mudah-mudahan selalu dilimpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW dan para pengikutnya yang telah memberikan teladan kepada kita akhlak yang luhur dan ketaukidan yang mantap serta ketulusan dan istiqamahnya kepada kita, sehingga kita bisa merasakan manisnya iman yang kita miliki saat ini.
Dalam decade terakhir ini musibah dan bencana alam sering terjadi di negara kita, mulai dari tanah longsor, banjir, gempa bumi, gunung meletus, kebakaran hutan dan lain-lain dan yang terakhir jatuhnya pesawat terbang Air Asia yang memakan korban 162 orang. Kejadian ini disamping merupakan cobaan dari Allah SWT juga disebabkan oleh karena ulah manusia sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa’/4 : 79 yang berbunyi :
Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia dan cukuplah Allah menjadi saksi”.
Sesungguhnya ada musibah yang jauh lebih besar dari itu yang mungkin kita tidak menyadari benih-benih itu sedang mewabah di negeri kita, yaitu perilaku yang hedonis atau sikap dan gaya hidup yang berorientasi pada kemewahan hidup yang instan. Nampaknya hampir semua lapisan masyarakat Indonesia termasuk generasi mudanya telah terinfeksi virus hedonis dan yang menghawatirkan lagi adalah para pemimpin di negeri ini, para elit telah dirasuki oleh virus tersebut. Sehingga akibatnya kejujuran dan tanggungjawab dalam mengemban amanah dari Allah akan terkikis habis. Lebih mengerikan lagi hedonis telah memasuki semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara yakni bidang eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Rupanya telah terjadi pergeseran nilai, jika dahulu para elit dan pemimpin bangsa menjadikan jabatan, kedudukan, atau kekuasaan sebagai amanah dan tanggungjawab namun sekarang jabatan kedudukan serta kekuasaan tersebut sangat identik dengan kemewahan dengan kenikmatan hidup.
Allah SWT memperingatkan dalam surat Al Anfal/8 : 27 yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui”.
Sungguh sangat tragis Pemilihan Umum yang telah memilih dan mengangkat anggota pemimpin baru + 1 (satu) tahun yang lalu, kini telah banyak yang lupa akan janjinya, lupa pula kepada Allah SWT. Ibnu Khaldun mengingatkan bahwa hedonisme para pemimpin tersebut akan menggiring bangsa ke jurang kehancuran, dimana kehancuran itu ada 3 (tiga) fase:
- Diawali tabiat kekuasaan yang serakah, yang melahirkan sifat monopoli dan dinasti kekuasaan.
- Tabiat kekuasaan ini akan melahirkan kemewahan hidup/kenikmatan yang serba instan sehingga akan mendorong untuk melakukan tindak korupsi, kolusi, dan manipulasi serta kejahatan moral lainnya.
- Kejahatan moral tersebut pada akhirnya akan melumpuhkan tanggungjawab, kejujuran, dan perjuangan dimana tema-tema tersebut dibawa ketika Pemilu.
Sesungguhnya menjadi pemimpin, menjadi orang kaya, orang kuat itu dibenar-kan di dalam Islam asal tanpa merugikan orang lain, bahkan mendapatkan tempat yang terhormat di sisi Allah. Sebagaimana termaktub di dalam surat Al Jumu’ah/62 : 10 yang berbunyi :
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Hadist Rasulullah SAW menjelaskan : “Umatku hanya kuat dengan ilmu dan harta”. Adapun di dalam Hadist lain Rasul bersabda yang artinya : “Bukanlah yang terbaik di antara kamu itu yang meninggalkan urusan dunia untuk kepentingan akhiratnya dan bukan pula yang terbaik di antara kamu yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya yang terbaik di antara kamu ialah pertengah (seimbang)”.
Begitu pula Rasul bersabda yang arttinya : “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban”.
Pada dasarnya, semua sahabat-sahabat Nabi adalah orang-orang kaya, tetapi semua hidup tidak ada yang hedonis, hidupnya sederhana karena sederhana mendatangkan kesyukuran, sebaliknya hidup hedonis mendekati kekufuran.
Ironis sekali, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, akan tetapi hasil survey lembaga independen transparansi menunjukkan dari 146 negara yang disurvey pada tahun 2013, Indonesia termasuk negara korup ke-5 (lima) di dunia dan terkorup se-Asia.
Alangkah indahnya jikalau kaum elit, para pemimpin di negeri ini serta umat Islam mampu meneladani Khalifah Umar ibn Khaththab RA yang menjadikan kedudukan jabatan sebagai alat untuk mengabdi pada Allah dan sesama manusia. Beliau mampu menjaga hubungan kepada Allah dan mampu mengayomi masyarakat. Khalifah Umar ibn Khaththab mampu mendengarkan jeritan rakyatnya, beliau seorang pemimpin yang tidak bisa tidur nyenyak bila di antara rakyatnya ada menangis karena kelaparan. Hidup sederhana dan tidak haus akan kekuasaan adalah sifat-sifat beliau. Beliau berpendapat :
- Tugas sebagai pemimpin sangat berat, tugas ini dapat terlaksana apabila pemimpin itu memiliki sifat amanah.
- Sifat amanah sebagaimana tersirat dalam surat An Nisa’/4 : 58 yang ber- bunyi :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerinnya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hubungan di antara manusia supaya kamu bertindak adil…”.
- Rasulullah SAW sendiri jauh sebelum diangkat menjadi Rasul telah menjadi seorang manusia yang memegang amanah.
- Yang berahak menerima amanah dan keadilan adalah seluruh masyarakat.
- Ingat, besok di alam kubur akan ditanya : “Dari mana harta itu diperoleh dan ke mana harta itu digunakan ?”.
Jabatan dalam pandangan Islam bukan sekedar kehormatan tetapi tanggung jawab, mandat yang berarti butuh pengorbanan. Di dalam surat At Taubah/9 : 128 Allah SWT berfirman :
Artinya : “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri berat rasanya olehnya penderitanmu sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan bagimu)”.
Sifat-sifat Rasul dalam kepemimpinan, antara lain :
- Azzizun ‘alaihima ’anittum, artinya : Beban berat yang dirasakan oleh rakyat menjadi beban berat para pemimpin yang peduli bagi permasalahan bangsa dan ia selalu memikirkan nasib bangsa dan negaranya. Persoalan bangsa menjadi tanggungjawab seorang pemimpin.
- Kharisun ‘alaihim; artinya : pemimpin harus mempunyai keinginan dan tekat yang kuat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsanya. Inilah ciri-ciri pemimpin yang baik.
- Ra’ufun Rahim; sifat rahmat dan kasih sayang serta lemah lembut diwujudkan dalam sikap dan perilaku, sehingga seluruh masyarakat baik muslim maupun non muslim bisa merasakan misi ke-Islamannya.
Mudah-mudahan pemimpin kita termasuk yang demikian. Amin ya Rabbal ‘alamin. *****
D O ‘ A
Allahumma ya Nurul Qalbi;
– Ya Allah, Engkau pemberi cahaya hati, karenanya Ya Allah berilah cahaya yang terang dalam hati kami, beri cahaya yang terang dalam penglihatan kami, berilah cahaya yang terang di dalam pendengaran kami.
– Ya Allah ya Rabb; Engkau janjikan qalbu yang sakinah pada orang-orang yang dekat pada-Mu, karenya ya Allah hiaskanlah di dalam qalbu kami akan keyakinan yang benar, hiaskan di dalam qolbu kami akan iman yang sitiqomah.
– Ya Rahman ya Razaq, Engkau berikan kemuliaan pada orang-orang yang Engkau sayangi, karenanya ya Allah berilah kami kemurahan rizki.
– Ya Allah berilah kami kemuliaan hidup di dunia, karena sesungguhnya Engkau ciptakan dunia ini untuk kehidupan kami.
– Ya Allah ya Malik, Engkau pembuka hati atas gelapnya qalbu, karenanya ya Allah jadikan kehidupan kami dengan banyak menabur kebaikan, peduli kami pada fakir miskin, peduli kami pada kaum dhuafa, menyantuni anak-anak yatim sebagaimana perintah Rasul-Mu.
– Ya Ghofurun Rahim pengampun dosa atas hinanya manusia, ampunilah dosa-dosa kami, dosa orangtua kami, kasihanilah mereka yaa Allah, sebagaimana mereka mengasihi kami ketika kami masih kecil. Tanpa kasih sayang mereka ya Allah dan tanpa ridho-Mu tak mungkin kami bisa sujud di tempat ini.
– Ya Rahman yang rahmatnya melebihi murka-Nya, jadikan musibah bagi bangsa kami menjadi hikmah bagi kami, sehingga kami tetap bersatu dalam negara kesatuan yang kami cintai ini.
– Ya Allah, beri petunjuk-Mu pada bangsa kami, pemimpin-pemimpin kami agar berjalan di jalan-Mu shirathal mustaqim baik dalam sikap, ucapan, dan tindakan.
– Ya Allah yang Maha Penyayang, kami berlindung kepada-Mu dari do’a yang tidak Engkau kabulkan. Allahumma inni a’udzubika minaddu’a la yahtajabu.
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments