Khutbah Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman Simpanglima Semarang, tanggal 01 Maret 2013 M / 18 Rabiul Akhir 1434 H
Oleh : H. Ateng Chozani Miftah, SE, A.KP, M.Si. *)
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt yang masih memberikan kepada kita kehidupan, semangat, dan kekuatan untuk terus bisa melakukan aktivitas serta tugas-tugas kehidupan yang kita lakukan semuanya agar kita mampu meraih 2 (dua) kemenangan hidup, yakni bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad saw.
Sebagai upaya mendasar agar kita dapat meraih 2 (dua) kemenangan hidup tersebut, marilah kita pelihara dan tingkatkan takwa kita kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya takwa, sebagaimana pesan Allah dalam surat Ali Imran/3 : 102 yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.
Dalam dimensi sikap dasar, takwa diwujudkan dalam bentuk takut kepada Allah, lantas senantiasa berupaya menjaga diri dari kemurkaan dan azab Allah, melalui kemampuan pengendalian diri akan dorongan emosi dan hawa nafsunya. Sebagai refleksi dari sikap dasar tersebut, maka dalam bentuk tata tindakan atau perilaku, takwa akan mewujud ke dalam kemampuan untuk menjauhkan diri dari melanggar larangan Allah dan melaksanakan tata aturan yang telah digariskan oleh Allah swt.
Salah satu perilaku takwa yang diperintahkan oleh Allah antara lain adalah sikap tawadhu’ (rendah hati) sebagaimana dituntunkan oleh Rasulullah saw yang artinya :
“Sesungguhnya Allah telah memberi wahyu kepadaku agar kamu sekalian saling merendahkan hati, sehingga tidak ada seorangpun yang berbuat sombong kepada yang lain, dan tidak adas seorangpun yang berbuat sombong kepada yang lain, dan tidak seorangpun yang berbuat aniaya kepada yang lain”. (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Sedangkan perilaku tidak terpuji yang tidak disukai oleh Allah dengan demikian sangat jauh dari semangat ketakwaan adalah sikap takabur atau kesombongan. Banyak sekali firman-firman Allah dalam Al Qur’an tentang sangat membencinya Allah swt terhadap kesombongan, antara lain dalam Surat Luqman/31 : 18 yang berbunyi :
Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong, dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan penuh keangkuhan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan suka membanggakan diri”.
Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin, takabbur terbagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu : “takabur bathiniyah” atau takabur dalam tata hati dan “takabur dhahir” atau yang tampak dalam perilaku.
Banyak sekali hal yang menjadi sebab atau pintu masuk dari muculnya sifat takabur. Takabur bisa muncul karena keilmuan, kekayaan, kedudukan, kekuasaan, rupa, kemampuan atau prestasi dan lain sebagainya. Takabur bahkan bisa muncul dalam rangka beramal ibadah.
Dari pintu manapun atau karena apapun sifat takabur masuk ke dalam diri kita, semua bentuk takabur sangat membahayakan bagi kehidupan, dikaitkan dengan upaya meraih dua kemenangan hidup di dunia dan juga di akhirat. Dalam menggambarkan dan mengingatkan betapa besarnya bahaya sifat takabur, Rasulullah saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi :“Laa yadkhulul jannata man fii qolbihi mitsqaalu dzarratin min kibrin” (Tidak dapat masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat seberat debu dari sifat ketakaburannya).
Mengapa demikian ? Karena sifat takabur akan menghijab atau menghalangi munculnya nilai-nilai kebaikan dalam tata perilaku seseorang. Dengan adanya sifat takabur, pintu-pintu kebaikan akan tertutup. Perbuatan baik apapun yang dilandasi sikap takabur, jelas tidak akan mendapat nilai kebaikan apapun dalam pandangan Allah swt, bahkan dalam pandangan sesama manusia. Allah akan memandang bernilai perbuatan manusia hanya apabila dilandasi oleh ketulusan semata-mata karena Allah. Hal ini tersirat dalam firman Allah Surat Al Bayyinah/98 : 5 yang berbunyi
Artinya : ‘Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
Demikian pula, sifat takabur akan menghijab/menghalangi terkontrolnya diri kita dari kejelekan-kejelekan dan kesalahan-kesalahan. Menurut Imam Al Ghazali, hal tersebut bersumber pokok dari sifat dasar ketakaburan yang merasa dirinya “paling” dan meremehkan orang lain, sehingga orang takabur cenderung sangat sulit untuk menerima koreksi-koreksi kesalahan terhadap dirinya. Rasulullah SAW bersabda :
“Alkibru yatharul haqqi waghamshul khalqi” (Takabur itu ialah menolak kebenaran dan menghinakan makhluk)”. (HR Muslim, Baihaqi, Ahmad, dan Tirmidzi)
Oleh karena itu, sebagai bagian dari upaya mendasar kita untuk meraih 2 (dua) kemenangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, marilah senantiasa jauhkan kehidupan kita dari sifat takabur dalam segala aspek kehidupan, baik takabur batin maupun takabur dhahir. Kita bangun ketakwaan dan kita hiasi kehidupan dengan indahnya sifat tawadhu (rendah hati), dan kita raih kemenangan hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Amin ya Rabbal ‘alamin.
=================================
*) H. Ateng Chozani Miftah, SE, A.KP, M.Si.; Ketua I YPKPI Masjid Raya Baiturrahman Jawa Tengah
Leave Your Comments