MIFTAHUL JANNAH “LAA ILAAHA ILLALLAAH” Oleh : KH. Drs. Abdul Hamid Syuyuthi *)
Seringkali kita diingatkan oleh Allah agar kita menjadi orang yang takwa, karena takwa merupakan bekal kita yang terbaik ketika menghadap Allah kelak, Allah berfirman di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah/2 : 197 yang berbunyi :
Artinya : “….Berbekallah ! dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”.
Yang dimaksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina. Orang yang bertakwa akan selalu dilindungi dan bahkan selalu disertai oleh Allah swt di manapun kita berada, karena Allah menyebut dalam Al Qur’an :
Artinya : “Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (At Taubat/9 : 36)
Orang yang bertakwa oleh Allah akan dimasukkan ke dalam surga-Nya, di mana surga Allah itu jika dibentangkan seluas langit dan bumi kemudian dikalikan 7 (tujuh). Allah swt berfirman :
Artinya : “….dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran/3 : 133)
Surga yang seluas langit dan bumi dibentangkan bersama dan kemudian dikalikan 7 (tujuh) ini oleh Allah disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Orang bertakwa bisa dengan berbagai macam cara, seperti : memperbanyak ibadah shalat sunnah, puasa, sodaqoh, dzikir & wirid, istighotsah maupun mujahadah. Oleh karenanya judul khutbah pada siang hari ini adalah : “Kuncinya Surga Laa Ilaaha IllAllaah (Tahlil Bukan Bid’ah)”.
Tahlil adalah membaca “Laa ilaaha illAllah” . Bid’ah adalah perbuatan manusia di mana pada zaman Nabi dahulu belum ada dan sekarang ada, sehingga dapat disebut “mengada-ada”. Sehingga jika kita pelajari bahwa bid’ah itu ada bid’ah wajib dan ada bid’ah sunnah (red : ini disebut dengan bid’ah hasanah). Ada lagi bid’ah makruh dan bid’ah haram (red : ini disebut dengan bid’ah sayyi’ah). Di antara bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah itu terdapat bid’ah mubah. Oleh karenanya kita tahu bahwa bacaan “Laa ilaaha illAllah” adalah termasuk kalimat thoyyibah dan jika kita ambil masdarnya yakni : tahlil berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan. Dalam ilmu shorof ditashrif dengan tashrif istilahi karena ini fi’il tsulasi mayyiz ruba’i menjadi : “hallala, yuhallilu, tahlilan, tahlilatan, tihlalan, muhallalan, fahuwa muhallilun, wadzaka muhallalun, hallil, ta tuhallil, muhallalun, muhallalun”.
Jadi ketika kita melihat bacaan “Laa ilaaha illAllah” dalam Al Qur’an surat Fathir/35 : 10 yang berbunyi :
Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya, kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya, dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras dan rencana jahat mereka akan hancur”.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa perkataan yang baik itu ialah kalimat tauhid yaitu Laa ilaaha illAllaah, dan ada pula yang mengatakan zikir kepada Allah, ada pula yang mengatakan semua perkataan yang baik yang diucapkan karena Allah. Maksudnya ialah bahwa perkataan baik dan amal yang baik itu dinaikkan untuk diterima dan diberikan pahala bagi yang membaca dan melakukannya.
Jadi, orang yang menghendaki derajat atau pangkat yang tinggi sebenarnya kedudukan atau pangkat yang tinggi adalah milik Allah swt semata. Jadi, kalimat thoyyibah yang dimaksud adalah “Laa ilaaha illAllah”. Dan apabila kalimat tersebut kita baca maka semuanya akan tertuju kepada Allah swt termasuk amal-amal salih yang kita lakukan. Oleh karena itu, tahlil (hallala, yuhallilu, tahlilan) dimana kelengkapannya antara lain : istighfar, shalawat, dan seterusnya. Kalimat Laa Ilaaha IllAllah (Tiada Tuhan selain Allah) adalah kalimat yang dahulu didakwahkan oleh Rasulullah Muhammad saw. Dan ketika Nabi lahir, konon di sekeliling Ka’bah banyak Tuhan, bahkan sampai berjumlah 360 dan ketika beliau lahir kemudian diperintahkan oleh Allah untuk menegakkan agama Tauhid yakni bahwa Allah itu Esa (Tunggal) artinya : ora ono tunggale. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Katakanlah : “Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (QS. Al Ikhlash/112 : 1-4)
Jadi Rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk menegakkan kalimat tauhid “Laa ilaaha illAllah” dan kalimat ini di negara kita selalu menggema, orang tidak mau melaksanakan shalat, puasa, zakat dan sebagainya tetapi jika ia membaca kalimat Laa Ilaaha IllAllah menjadi lebih bersemangat, oleh karenanya pantas apabila Indonesia termasuk negara yang pemeluk Islam-nya mayoritas, hal ini karena pengaruh kalimat Laa Ilaaha IllAllah. Bahkan kita dapat membuka internet yang menyebutkan bahwa Dr. Mujiono Abdillah, MA. dari Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Tengah menulis artikel tentang “Tahlil ‘ala Muhammadiyah” dengan susunan yang sedikit berbeda dengan Nahdhatul Ulama (NU) yakni dalam hal do’a. Urut-urutannya mulai dari membaca surat : Al Fatihah, Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas, Al Baqarah 1-5, ayat kursi, lalu membaca warhamna wa’fu ‘anna waghfirlana), tarhim (irhamna ya Arhamar rahimin) masing-masing dibaca 7x, istighfar 7x, tasbih 7x, shalawat 3x, dan tahlil 33x, diakhiri dengan membaca surat Al Fatihah, ditutup dengan do’a.
Dari sini terlihat ada perbedaan sedikit yang terletak pada cara berdo’a, sebagaimana kita tahu bahwa di negara kita banyak sekali ormas Islam seperti : NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, LDII, Hizbut Tahrir, MTA, Ahmadiyah dan lain-lain dimana masing-masing mempunyai amalan yang berbeda-beda. Dalam hal do’a, Muhammadiyah menyatakan dengan “mendekatkan diri kepada Allah swt” dan apabila kita baca maka akan memperoleh pahala, kemudian pahala ini tidak ditransfer/dikirim kepada orang yang telah mati, tetapi hanya memintakan ampun almarhum/almarhumah.
Jadi, sejak Muhammadiyah berdiri yakni tahun 1912 s/d sekarang ada kesadaran untuk bertahlil (kurun waktu + 103 tahun). Firman Allah dalam surat Al Hasyr/59 : 10 yang berbunyi :
Artinya : …..”mereka berdoa : “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Ayat tersebut memberi penjelasan tentang memohon ampun kepada Allah untuk diri sendiri, sanak kadang, famili, serta handai taulan, asalkan yang kita dokan itu beriman. Jika yang kita do’akan bukan orang beriman, maka do’anya tidak akan sampai meskipun do’a tersebut dipanjatkan oleh anak yang salih. Sebagaimana contoh : Nabiyullah Ibrahim As, beliau adalah anak yang salih, seorang Nabi, Rasul dan sekaligus Ulul Azmi. Beliau mendo’akan ayahnya bernama Azar yang tidak mau mentauhidkan Allah, do’a yang dipanjatkan oleh Nabiyullah Ibrahim memang diterima oleh Allah namun tidak sampai kepada ayahanda beliau. Hal ini dapat kita lihat pada firman Allah surat At Taubat/9 : 114 yang berbunyi :
Artinya : “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”.
Begitu pula do’a Nabi Muhammad saw kepada pamannya Abu Tholib juga tidak sampai, dikarenakan konon Abu Tholib ketika wafat belum mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat, sebagaimana termaktub dalam surat At Taubah/9 : 113 yang berbunyi :
Artinya : “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni Neraka Jahanam”.
Jika kita melihat dalam kitab Adzkar hal 256-262 disebutkan bahwa Imam Ahmad ibn Hambal sebagai satu-satunya ulama yang menyebut bahwa orang yang masih hidup membaca Al Qur’an, tasbih, shalawat, istighfar dan lain sebagainya akan memperoleh pahala, kemudian ditransfer kepada orang yang sudah meninggal akan sampai apabila dia bisa mengirimnya. Imam Ahmad ibn Hambal mengatakan awal atau akhir dari bacaan tersebut jangan lupa mengucapkan : Allahumma taqabbal wa aushil tsawaba ma qara’nahu minal Qur’anil adzim dst….hadiyyatan washilatan khushushon ila rukhi….(fulan).
Sehingga dalam hal ini jika kita amati orang yang dahulu tidak suka tahlil dan sekarang ini suka tahlil maka perbedaannya hanya ada pada do’anya. Barangkali 103 (seratus tuga) tahun yang akan datang akan meyakini bahwa do’a yang kita panjatkan ke hadirat Allah swt akan betul-betul sampai kepada orang yang telah meninggal.
Demikian khutbah singkat ini, semoga mampu memberikan pemahaman kepada kita bahwa kalimat “Laa ilaaha illAllah” adalah kunci surga karena “miftahul jannah Laa ilaaha illAllah”. Rasulullah juga menyatakan : Jaddiduu iimanakum biqouli “Laa ilaaha illAllah”. Dalam hadits lain disebutkan : “Man kaana akhiru kalamuhu Laa ilaaha illAllah dakholal jannah” (Orang yang pada akhir kehidupannya (sakaratul maut) mampu membaca “Laa ilaaha illAllah” maka dijamin masuk surga). Amin ya Rabbal ‘alamin. *****
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments