MANISNYA IMAN Oleh : Drs. H. Mohammad Ahyani, M.SI. *)
Puji dan syukur marilah senantiasa kita persembahkan ke hadirat Allah swt, mari kita selalu memuji hanya kepada Allah, bukan yang lain karena hanya Allah-lah Dzat yang layak, berhak, dan patut untuk dipuji, bukan yang lain. Selanjutnya, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita, Allah telah memberikan berbagai fasilitas dalam hidup kita, Allah swt telah memberikan berbagai fasilitas dalam hidup kita, Allah telah memberikan mata hingga kita dapat melihat dan kenikmatan-kenikmatan yang lain, itu semua menuntut kita agar pandai-pandai bersyukur, janganlah kita menjadi kelompok manusia yang baru menyadari ketika kenikmatan kita mulai dikurangi atau dicabut oleh Allah. Dan ini sebagian besar kelompok manusia, sehingga Allah memperingatkan dalam surat Ibrahim/14 : 7 yang berbunyi :
Artinya : “ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguh-nya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih”.
Selanjutnya marilah kita tiada henti-hentinya selalu berupaya dan berusaha untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah swt dengan sesungguh hati, bukan kamuflase. Iman dan takwa yang bukan hanya muncul saat orang lain melihat kita, ketika kita berada di tengah-tengah keluarga, tatkala tertimpa musibah dan hanya saat berada di tempat-tempat suci seperti ini, akan tetapi iman dan takwa yang sesungguh-sungguhnya, karena hanya dengan iman dan takwa itulah yang akan menyelamatkan diri dan keluarga kita dari siksa api neraka yang sudah barang tentu amat sangat sengsara.
Allah swt berfirman dalam surat Ali Imran/3 : 102 yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.
Keyakinan semacam ini sudah seharusnya kita tanamkan dalam-dalam di hati sanubari kita, bukankah akhirat lebih baik dan lebih kekal ? bukankah sungguh akhirat lebih baik bagimu dari permulaan ?. Upaya mempertahankan dan meningkatkan iman bukan semudah membalik telapak tangan, harus ada usaha terus menerus untuk memupuk agar iman tidak tergerus bujuk rayu syaitan, karena syaitan memang selalu ingin menjerumuskan manusia agar berpaling kepada ajaran-ajaran Allah. Firman Allah dalam surat Al A’raf/7 : 14-16 :
Artinya : “Iblis menjawab : Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. Allah berfirman : Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh. Iblis menjawab : Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus”.
Ayat tersebut disambung lagi pada ayat berikutnya :
Artinya : “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. (QS. Al A’raf/7 : 17)
Beratnya mempertahankan iman karena bujuk rayu iblis juga tercermin dari dialog Rasulullah saw dengan para sahabatnya ketika bertamu di rumah sahabat Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah.
Diceritakan suatu ketika Rasulullah saw bersama Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar ibn Khathab, dan Usman bin Affan bertamu ke rumah Ali bin Abi Tholib. Setibanya di rumah Ali, Fatimah istri Ali yang juga putri Rasulullah saw menghidangkan madu dalam mangkuk yang bagus dan indah. Namun dalam semangkuk madu yang dihidangkan itu terdapat sehelai rambut tercelup di dalamnya. Kemudian Rasulullah saw meminta para sahabatnya untuk membuat suatu perumpamaan terhadap ketiga benda tersebut (mangkuk yang bagus dan indah, madu, dan sehelai rambut).
Nabi berkata kepada Abu Bakar : Wahai Abu Bakar, coba terangkan menurut anda bagaimana perumpamaan antara ketiganya ini ?. Kemudian Abu Bakar ra menjawab : “Ya Rasulullah, menurut kami perumpamaan itu adalah iman lebih bagus dan indah dari mangkuk tersebut, yaitu orang beriman itu lebih manis dari madu, akan tetapi mempertahankan iman itu jauh lebih susah dan berat dari meniti sehelai rambut itu”.
Selanjutnya giliran Umar ibn Khathab ra, bagaimana menurut kamu wahai Umar ?. Jawab Umar : “Menurut kami bahwa kekuasaan itu lebih bagus dan indah dari mangkuk tersebut, menjadi penguasa/pemimpin itu jauh lebih manus dari madu, namun mampu mengendalikan kekuasaan atau pemerintahan dengan adil dan bijaksana itu jauh lebih sulit dan berat dari meniti sehelai rambut ini”.
Berikutnya Utsman ibn Affan ra, bagaimana menurut pendapatmu wahai Utsman ?. Utsman menjawab : “Ya Rasulullah, menurut saya hal itu mempunyai makna bahwa ilmu itu lebih bagus dan indah dari mangkuk tersebut, orang yang menuntut ilmu dengan tekun dan akhirnya memiliki iilmu yang bermanfaat untuk kepentingan dan kemaslahatan orang banyak itu lebih manis daripada madu, akan tetapi mampu mengamalkan dengan baik ilmu yang dimilikinya itu jauh lebih sulit dari meniti sehelai rambut tersebut”.
Kemudian Rasulullah mempersilahkan Ali bin Abi Thalib Karromallahu wajhah mengemukakan pendapatnya tentang suguhan istrinya tadi, wahai Ali bagaimana pendapatmu tentang suguhan dari istrimu itu ?. Ali menjawab : “Ya Rasul, kami berpendapat bahwa tamu yang datang ke rumah ini jauh lebih bagus dari mangkuk tersebut, tuan rumah mampu memuliakan tamu yang datang dengan baik adalah lebih manis dari madu ini, namun membuat tamu menjadi senang dan nyaman selama di rumah sahibul bait sampai dia kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut ini”.
Selanjutnya Rasulullah mempersilahkan putrinya Sayidah Fatimah untuk mengemukakan pendapatnya : “Seorang wanita itu lebih indah dari sebuah mangkuk ini, wanita shalihah jauh lebih manis dari madu tersebut, tetapi mendapatkan seorang wanita yang mampu menghiasi diri dengan akhlak terpuji jauh lebih sulit dari meniti sehelai rambut ini”.
Setelah para sahabat mengemukakan pendapat mereka, maka Rasulullah saw bersabda : “Seseorang yang mendapat taufik untuk beramal adalah lebih indah dari mangkuk yang indah ini, beramal dengan amal yang baik itu lebih manis dari madu, akan tetapi beramal dengan ikhlas adalah jauh lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Merangkum dari berbagai pendapat para sahabat itu, Rasulullah saw menegaskan bahwa inti dari kehidupan dan amal ibadah seseorang ada dalam “keikhlasan”. Dan kemampuan seseorang beramal (beribadah) tidak lain merupakan berkat taufik dan hidayah dari Allah swt.
Dalam hal ini Malaikat Jibril juga ikut menyampaikan pendapatnya dengan mengatakan : “Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih indah dari mangkuk tersebut, menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk agama itu lebih manis daripada madu, akan tetapi usaha untuk mempertahankan agama sampai akhir hayat jauh lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Selanjutnya Allah swt berfirman dalam Hadist Qudsi yang artinya : “Surga-Ku itu lebih indah dari mangkuk itu, nikmat surga-Ku itu jauh lebih manis dari madu, akan tetapi tetap istiqamah menuju jalan surga-Ku adalah jauh lebih sulit dari meniti sehelai rambut itu”.
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments