CIRI-CIRI KHAIRU UMMAH Oleh : Prof. Dr. H. Muhtarom HM *)
Melalui mimbar Jum’ah ini khatib mengajak jamaah Jum’ah, khususnya pada diri khatib sendiri, marilah kita senantiasa meneguhkan iman dan takwa seraya melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Dengan teguhnya iman dan takwa insya-Allah dapat menjadikan diri kita sebagai hamba Allah yang baik, dapat meng-hantarkan kita memperoleh istiqamah dan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.
Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan manusia fi ahsani taqwim (dalam bentuk sebaik-baiknya). Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang mengajak umatnya menjadi khairu ummah.
Khairu ummah yang senantiasa dijadikan semboyan dan tujuan hidup secara sosiologis bagi umat Islam adalah karena kata Khairu Ummah disebutkan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an yang menunjukkan dan menyebutkan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Umat Islam mempunyai status yang tinggi di tengah-tengah manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imran/3 : 110)
Pada ayat tersebut ditegaskan oleh Allah bahwa umat Islam baik secara individu atau kolektif mempunyai tugas dan kewajiban yang jelas, yaitu :
1) Menyuruh kepada yang makruf (baik);
2) Mencegah dari yang mungkar (jahat);
3) Beriman/bertakwa kepada Allah SWT.
Di sinilah terletak keistimewaan ajaran Islam, karena sikap hidup atau ciri itu tidaklah dijumpai pada ajaran-ajaran agama lain. Apalagi jika kita mau mendalami lebih lanjut, ciri khairu ummah ini tidak saja sebagaimana yang ada pada ayat 110 surat Ali Imran, tetapi disebut juga sampai ayat 115 surat Ali Imran.
Selain 3 (tiga) ciri tersebut, secara eksplisit Allah SWT menyebutkan lain ciri khairu ummah adalah :
1) Setiap usaha dan pengabdiannya selalu mohon pertolongan pada Allah SWT, dan tidak berlaku congkak dan sombong. Sebagaimana tersirat di dalam Al Qur’an surat Ali Imran/3 : 111 yang artinya :
“Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan”.
2) Memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip “hablun min Allah wa hablun min annaas” (berpegang teguh pada tali/agama Allah dan (tali) perjanjian dengan manusia. Firman Allah yang artinya :
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu Karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”. (QS. Ali Imran/3 : 112)
3) Tidak durhaka dan tidak mau melampaui batas-batas kewenangan dan kekuasaannya.
4) Menyegerakan diri untuk berbuat baik. Firman Allah dalam surat Ali Imran/3 : 114 yang artinya :
“Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan, mereka itu termasuk orang-orang yang salih”.
Beranjak dari ayat-ayat Allah SWT ini menunjukkan bahwa Islam adalah satu Addin (agama) yang mengandung ajaran kemasyarakatan yang menghendaki kehidupan bermasyarakat yang aman dan sejahtera. Maka, khusus tentang menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, seharusnya seorang muslim yang berciri khairu ummah semestinya tidaklah cukup menjadi seorang yang baik saja, atau yang hanya hidup untuk kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan dirinya, melainkan ia juga harus dapat memberi manfaat pada diri orang lain. Setidaknya ia mau menyuruh orang lain agar berbuat baik, seperti kebaikan yang diperbuatnya sendiri untuk dirinya.
Demikian pula, tidaklah cukup seorang yang berpredikat khairu ummah itu hanya sekedar mencegah dirinya sendiri berbuat kejahatan (mungkar), tetapi iapun harus pula mau melarang orang lain supaya tidak melakukan kejahatan, kemungkaran dan penyimpangan-penyimpangan.
Suatu kejahatan yang diketahuinya ada kalanya akan terjadi atau sudah terjadi. Pencegahan supaya jangan terjadi dilakukan secara represif yaitu mengadakan tindakan-tindakan persiapan supaya suatu kejahatan atau kemungkaran tidak terjadi. Tetapi bilaman kejahatan itu sudah terjadi, harus dilakukan upaya pencegahan yang bersifat represif yakni bersifat merubahnya. Pada upaya represif ini diperlukan pula pendekatan-pendekatan berdasarkan sabda Rasulullah yang artinya :
“Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah dirubah dengan tangannya, jika tidak kuasa (merubah dengan tangannya), maka dirubah dengan perkataan, jika juga tidak mampu maka dirubah dengan hati. Yang demikian itu adalah keimanan yang paling lemah”.
Dari hadist tersebut dapat difahami bahwa merubah/mencegah kejahatan itu bisa dilakukan dengan tangan, perkataan, atau hati. Mencegah (nahi) perbuatan mungkar dengan menggunakan “tangan” dimaksudkan adalah menggunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki, tetapi tidak patut untuk melakukan tindakan-tindakan anarkhis. Sedangkan pendekatan dengan “perkataan atau lisan” tidak perlu dengan perkataan kasar yang penuh dengan kecongkakan dan kesombongan, karena bisa jadi dengan menggunakan tutur kata yang halus, sindiran, ataupun kata-kata yang bersayap akan lebih berhasil.
Adapun pendekatan dengan “hati” dilakukan manakala memang tidak mempunyai kekuasaan, kewenangan, dan tidak punya forum, maka boleh merubahnya dengan hati yakni dido’akan semoga yang bersangkutan menjadi baik dan menjaga diri serta keluarga-nya tidak melakukan kejahatan ataupun penyimpangan.
Dalam sejarah keummatan dari abad ke abad memang umat Islam menurut Allah SWT diposisikan pada tataran umat yang terbaik, sebagaimana firman Allah SWT pada surat Ali Imran/3 : 110 sebagaimana tersebut di atas. Oleh karena itu, umat yang baik dan mentaati perintah Allah SWT sudah selayaknya tidak mengabaikan perintah Al amru bil ma’ruf wa al nahyu ‘anil munkar. Supaya difahami bahwa melakukannya merupakan bentuk pengabdian dan perjuangan li i’laai kalimatillah dan diperlukan pula keteguhan hati, kekuatan iman, dan ketakwaan yang tinggi. Rasulullah SAW sendiri khawatir umatnya akan memperoleh adzab bila mengabaikan hal ini, sebagaimana sabdanya :
“Apabila manusia melihat kemungkaran dan tidak berusaha merubahnya, maka dikhawatir-kan Allah akan menimpakan adzab secara merata dan umum”.
Demikian, mudah-mudahan ada manfaatnya dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk pada umat-Nya dalam melaksanakan syariat-Nya. Aamin ya Rabbal ‘aalamiin. *****
—————————————–
*) Prof. Dr. H. Muhtarom HM; Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments