BERJUANG DAN LANDASANNYA Oleh : Abah Mustaghfiri Asror *)
Saat kita duduk I’tikaf di rumah Allah ini, mari kita berikrar untuk memaksimal kan taqwAllah. Kita yakini seyakin-yakinnya bahwa taqwAllah yang dapat menghantarkan seseorang memperoleh kebahagiaan yang hakiki dan abadi, kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Mudah-mudahan kita tergolong orang-orang yang akan memperoleh kebahagiaan itu. Amin.
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa sesudah Rasulullah saw menerima wahyu yang pertama, yaitu ayat 1 sampai dengan 5 surat Al ‘Alaq/96, selama kurang lebih 2 (dua) tahun wahyu tidak turun kepada beliau. Masa fatrah (wahyu tidak turun) itulah yang menjadikan beliau agak cemas.
Suatu saat ketika beliau sedang berada di rumahnya, datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada beliau, yaitu ayat 1 sampai dengan ayat 7 surat ke 74/Al Muddatstsir :
“Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan ! Dan Tuhanmu agungkanlah ! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”.
Para Ahli tafsir sepakat bahwa 7 (tujuh) ayat ini berisi 2 (dua) hal, yaitu perintah berjuang dan landasan dalam berjuang.
“Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan !”
Dalam ayat ini Allah swt memanggil Rasul termulia itu dengan kalimat : “Ya Ayyuhal Muddatstsir” (Wahai orang yang berselimut), sebagaimana Allah swt memanggil beliau dengan kalimat : “Ya Ayyuhal Muzzammil” (Wahai orang yang berselimut).
Walau kalimat “Qum fa andzir” itu ditujukan kepada Rasulullah saw, ini bukan berarti yang disuruh berjuang itu hanya pribadi Rasulullah sendiri, tetapi ayat ini untuk Rasulullah dan seluruh umatnya. Jadi yang diwajibkan berjuang adalah Rasulullah saw dan senegap umatnya tanpa kecuali. Dengan demikian, berjuang adalah wajib bagi orang yang masih hidup, kalau tidak mau berjuang jangan hidup. Tentang lapangan perjuangan sudah digelar sangat luas oleh Allah swt. Seperti berjuang membangun diri sendiri, berjuang membangun negara dan bangsa, berjuang membela agama dan lain sebagainya.
Kemudian Allah swt menunjukkan 5 (lima) landasan dalam berjuang. Landasan dalam berjuang itu laksana fondasi bagi sebuah bangunan. 5 (lima) landasan dalam berjuang itu adalah :
- Wa Rabbaka fakabbir = Tuhanmu hendaklah engkau agungkan.
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah iman atau akidah. Iman merupakan landasan yang paling dominan dalam sebuah perjuangan. Dengan iman, seseorang tidak mengenal putus asa. Dengan iman, yang jauh menjadi dekat, yang berat menjadi ringan. Last but not least, dengan iman penjara lebih indah dari pada istana.
Akhir-akhir ini lahir sebuah organisasi yang mewajibkan kepada calon anggota nya itu harus murtad atau keluar dari Islam dulu, kalau dia asalnya orang Islam. Organisasi semacam ini pastikan saja ujung-ujungnya nanti pasti merusak masyarakat dan bangsa, bahkan tidak mustahil akan merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.
- Watsiyaabaka Fathohhir = Bersihkan/sucikan pakaianmu.
Sayyid Qutub dalam tafsirnya Fi Dhilalil Qur’an juz VIII halaman 186 menyatakan bahwa yang dimaksud suci/bersih pakaian itu meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : “Thoharotul qalbi wal khuluqi wal ‘amali (Suci hatinya, suci akhlaknya, dan suci amal perbuatannya).
Suci hatinya berarti harus ikhlas, suci akhlaknya bermakna budi perangainya harus terpuji, mengikuti budi perangai Rasulullah saw, dan suci amal perbuatan-nya yang dimaksud adalah hasil karyanya itu mensejahterakan masyarakat luas, bukan lokal, bukan hanya untuk golongannya sendiri.
Warrujza fahjur = Dan perbuatan dosa hendaklah engkau jauhi.
Yang dimaksud ayat ini ialah bahwa pejuang itu harus terjauh dari segala macam dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, makanan yang haram maupun yang syubhat. Tidak kalah pentingnya menjauhi dosa yang pertanggungan jawabnya sangat berat yaitu makan uang rakyat. Pertanggungan jawab dosa kepada Allah swt swt insya-Allah lebih mudah, karena Allah Maha Pengampun. Tetapi pertanggungan jawab terhadap haqqul Adami, apalagi yang milik jamaah sungguh sangat dan sangat berat, karena manusia terkadang menggunakan ungkapan pamungkasnya dengan ucapan : “Tiada maaf bagimu”.
- Walaa tamnun tastaktsir = Jangan engkau member dengan maksud memper-oleh balasan yang lebih banyak.
Ruh dalam perjuangan adalah ikhlas, dalam berbuat dan bertindak tidak mengenal istilah “ada udang di balik batu”, karena minimal 5 (lima) kali dalam sehari. Firman Allah dalam surat Al An’am/6 : 162 yang artinya :
“Katakanlah : Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt yang artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al Bayyinah/98 : 5)
Seseorang yang amal perjuangannya ikhlas, tidak akan merasa bangga jika mendapat sanjungan dari orang lain. Demikian pula ia tidak akan sakit hati bila mendapat kritik dan caci maki dari orang lain.
Walirabbika fashbir = Dan untuk Tuhanmu, bersabarlah.
Setiap pejuang, baik berjuang untuk member nilai hidup dan kehidupan ini maupun berjuang untuk agama, nusa, dan bangsa, harus mengenal dan memahami cirri dunia seisinya, yaitu up and down = masa silih berganti antara suka dan duka, antara tertawa dan menangis, antara kaya dan miskin dan lain sebagainya.
Salah satu definisi sabar yang sempat kita jumpai adalah : “At Tajalludu wa ‘adamusy syakwa min aalamil balwa” (Teguh hati dan tidak mengeluh bila memperoleh ujian yang sangat berat).
Sabar inilah yang menjadi akhlak para Anbiya’ wal Mursalin, para syuhada dan shalihin, para auliya’ yang sangat arif bijaksana. Kita generasi sesudahnya harus mampu mewarisi sifat sabar itu sebagaimana diperintahkan Allah swt dalam surat Luqman/31 : 17 yang artinya :
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
Dalam rangka mewujudkan kesabaran pada diri kita masing-masing, ada baiknya antara lain kita menyimak sebuah syair yang artinya :
“Sesungguhnya dalam segala urusan itu bila jalannya sudah tertutup rapat semua, maka sabar adalah kunci untuk membukanya”.
Sebagai khulashoh khutbah ini ialah bahwa dalam hidup ini manusia wajib berjuang. Landasan berjuang menurut awal surat Al Muddatstsir ada 5 (lima), ialah :
- Iman yang kokoh dan kuat;
- Bersih hatinya, akhlaknya, dan amalnya;
- Menjauhi segala macam dosa;
- Ikhlas; dan
- Sabar.
Mudah-mudahan Allah swt memberikan kepada kita pemahaman yang mendalam dan luas tentang arti berjuang dan landasannya, sehingga yang kita laksanakan ini benar-benar mendapat ridho dari Allah swt. Amin ya Rabbal ‘alamin. *****
======================
*) Abah Mustaghfiri Asror; Ketua Bidang Takmir Masjid Raya Baiturrahman Simpanglima Semarang & Ketua Ittihadul Muballighin Jawa Tengah
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments