MUJAHADAH ADALAH SIKAP PRIBADI MUTTAQIN Oleh : Drs. H. Noor Salimi, M.Ag. *)
Khutbah Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman Simpanglima Semarang, tanggal 15 Maret 2013 M / 03 Jumadil Awal 1434 H
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga masih dalam lindungan, taufik, inayah, dan hidayah-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur kepada-Nya. Amin. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad saw yang telah berjasa memperbaiki kehidupan manusia dari kejahiliyahan kepada nilai-nilai yang Islami.
Selaras dengan dinamika kehidupan pada masa ini, yang nyaris mengantarkan kita kembali pada kehidupan jahiliyah, selayaknya kita membentengi diri dengan peningkatan kwalitas iman dan takwa diiringi dengan amal salih yang dapat diaplikasikan pada semua sektor kehidupan. Semoga kehidupan kita dari hari ke hari lebih baik dalam pemahaman dan pengamalan agama Islam.
Dalam bidang apapun, pribadi muttaqin dituntut untuk bersungguh-sungguh, baik sebagai pedagang, petani, pegawai, buruh maupun pelajar untuk tidak boleh setengah-setengah dalam bekerja agar hasil yang didapatkan memuaskan. Allah swt berfirman dalam surat Al Hujurat/49 : 15 yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar”.
Salah satu dari jati diri orang yang beriman pada ayat di atas ialah mujahadah yang disebut juga dengan jihad. Jihad artinya suatu usaha yang sungguh-sungguh dalam urusan dunia, baik urusan agama maupun urusan dinas yang mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan hartanya untuk jihad fi sabilillah. Dalam masyarakat, ada 4 (empat) kelompok kekuatan umat untuk berjuang di jalan Allah, yaitu :
1) Ulul Albab; ialah para ulama, cendekiawan muslim, pakar Islam, serta pemimpin umat dari berbagai organisasi massa dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Mereka memberikan nasihat dan pemikirannya untuk perbaikan dan kebaikan ini.
2) Ulul Amri; ialah para pejabat pemerintah dari berbagai unsur instansi dan departemen. Baik sipil maupun militer dan wakil-wakil rakyat. Mereka memberikan dorongan dan kemudahan fasilitas.
3) Ulul Amwal; ialah pemilik harta yang dermawan karena mendapat rizki berlebihan. Mereka tampil sebagai pendukung dana dengan membayar zakat, memberikan sedekah dan infak fi Sabilillah.
4) Ulul Anfus; ialah sukarelawan yang dengan ikhlas menyerahkan jiwa, pikiran, tenaga, dan waktunya untuk bekerja secara terampil dan mandiri.
Ada beberapa kisah masa silam yang dapat diambil sebagai pelajaran, yaitu sebagai berikut :
1) Dalam sejarah orang-orang salih banyak kita temukan sikap mujahadah yang mereka wujudkan dalam ibadah sebagaimana Umar ibn Khathab ketika tertinggal shalat berjamaah, lalu malamnya dia menggantinya dengan ibadah semalam suntuk, sehingga beliau tidak tidur. Amir bin Abdi Qais shalat 1.000 rakaat setiap harinya, Aswad bin Yazid berpuasa sampai pucat.
Kitapun dapat melihat dalam Sirah Nabawiyah, bagaimana Rasulullah shalat malam dengan bacaan yang panjang hingga kaki beliau bengkak dan selalu mohon ampun kepada Allah 100 kali dalam sehari semalam, padahal beliau orang yang maksum dan dijamin Allah masuk surga.
2) Umar bin Khathab karena tanggung jawabnya sebagai khalifah, dia tidak mau hanya menerima laporan dari bawahannya tentang keadaan rakyat. Setiap malam dia selalu mengadakan inspeksi mendadak ke daerah-daerah untuk meninjau secara langsung keadaan rakyat yang dipimpinnya. Suatu malam dengan mata kepalanya sendiri, dia menyaksikan satu keluarga yang tidak makan. Umar bin Khathab melihat seorang ibu merebus batu untuk membujuk isak tangis anaknya. Dalam penantiannya, anakpun tertidur tetapi perut yang lapar menyebabkan tidurnya tidak nyenyak.
Anaknya terbangun kembali dan minta makan, ibunya hanya mampu berkata yang disertai derai air mata : sabar nak, sebentar lagi makanan kita masak, tidurlah lagi dan nanti kalau sudah masak akan ibu bangunkan. Umar berfikir, mengapa makanan yang dinanti-nantikan itu tidak kunjung masak, mengapa ibu ketika membujuk anaknya dengan derai air mata dan isak tangis menyayat hati. Lalu Umar bin Khathab menerobos ke dalam rumah itu dan langsung membuka tutup periuk, bukan main terkejutnya bahwa yang direbus sang ibu adalah batu. Detik itu Umar pergi ke Baitul Maal mengambil makanan, lalu menggotong sendiri makanan itu ke rumah wanita tersebut untuk menyelamatkan rakyatnya yang kelaparan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mujahadah, antara lain :
1) Amalan-amalan sunnah yang dilakukan tidak melupakan dengan amal yang wajib, seperti : berinfak di jalan Allah, tetapi tidak melalaikan nafkah keluarga. “Sesungguhnya Allah mempunyai hak yang harus kamu penuhi, dirimupun mempunyai hak yang harus kamu penuhi, penuhilah hak setiap mereka”. (HR. Bukhari)
2) Tidak memaksakan diri dengan amal-amal sunah di luar kemampuan. Orang yang ber-mujahadah beribadah sesuai dengan kemampuannya, yang mungkin menurut ukuran orang awam hal itu berat, tetapi bagi orang yang salih adalah perbuatan ringan karena dia sering dan terbiasa melakukannya. “Hendaklah kalian beramal sesuai dengan kemampuan kalian, demi Allah, Allah tidak bosan sehingga kamu merasa bosan”. (HR. Bukhari & Muslim).
Nabi bersabda yang artinya : “Iman itu bukan dengan angan-angan, tetapi kemantapan dalam hati dan dibuktikan dengan kebenarannya dengan amal”. (HR. Bukhari).
Sesudah itu Allah swt mengadakan ujian terhadap iman tersebut melalui firman-Nya yang tertera di dalam surat Al Ankabut/29 : 2
Artinya : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi ?”.
Ujian tersebut bermacam-macam bentuknya, antara lain kesusahan dan kecelakaan. Ujian ini ditujukan untuk mengetahui siapakah yang benar-benar beriman dan siapa pula yang dusta. Sebenarnya, walaupun tanpa diuji, Allah swt telah mengetahui benar atau dustanya iman seseorang, tetapi hal itu merupakan kesempatan bagi manusia untuk memperbaiki diri.
Iman yang istiqamah akan keluar sebagai pemenangdari segala ujian dan bentuk lain dari cobaan yang diberikan Allah, sehingga imannya bermakna dan berkwalitas. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa : “Iman itu ialah keyakinan dan amal, karena itu dia dapat bertambah dan berkurang”. Bukti bahwa iman seseorang naik yaitu ibadahnya meningkat, amalnya banyak. Adapun bukti iman menurun, yaitu maksiatnya bertambah. Salah satu yang dapat meningkatkan iman diantaranya adalah : dzikrullah (ingat kepada Allah), sebagaimana firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran/3 : 190-191)
Allah swt juga berfiaman sebagaimana termaktub dalam surat Ali Imran/3 : 102 yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.
Demikian, semoga kita dapat mengambil hikmah dan manfaatnya. Amin Allahumma Amin. *****
=================================
*) Drs. H. Noor Salimi, M.Ag.; Ketua Seksi Peribadatan YPKPI Masjid Raya Baiturrahman Semarang
Copyright 2021-2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments